SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI KUMPULAN ARTIKEL MA'HAD MIFTAHUSSALAM BANYUMAS JAWA TENGAH INDONESIA

Minggu, 03 Juni 2012

ParaTIDAKnormal

“Katakanlah, bahwa sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanya semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya, demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS. Al An’am, 162-163).

                 Sungguh mencengangkan apa yang nampak dalam pandangan kita, berbagai macam ritual syirik merebak di mana-mana, mulai dari skala pengemis miskin hingga skala milyader. Berbaga macam cara instan ditempuh oleh sebagian mereka  untuk mendapatkan manfaat dan kenikmatan "dunia" semata... sementara berapa banyak dari mereka yang tidak memahami hakikat kehidupan manusia yang sebenarnya di dunia yang fana ini... Maka, firman Allah tabaaraka wa ta'ala di atas menjadi sebuah materi pembahasan kita kali ini. 

            Dimana Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan kepada kita selaku hamba-hamba-Nya untuk mengikhlaskan segala macam bentuk ibadah, baik itu ibadah batiniyyah(ibadah dengan amalan hati), ibadah lafdziyyah(ibadah dengan lisan), ibadah badaniyah(ibadah dengan anggota badan), ibadah maaliyah(ibadah dengan harta) dan berbagai macam ibadah-ibadah yang lainnya. Baik nampak maupun yang tersembunyi. 

         Berapa banyak bencana terjadi di sana-sini akibat kecerobohan manusia mengesampingkan perkara TAUHID di muka bumi ini, sebagai contoh, seorang insinyur pembangunan yang mengatur komposisi/takaran dalam membangun suatu bangunan atau gedung atau jembatan dan lain sebagainya, seolah-olah tidak ada artinya lagi setelah dihadirkannya seorang paranormal . Ukuran yang semestinya digunakan dalam membangun suatu jembatan misalnya, dibutuhkan besi berdiameter 25 mili diganti dengan besi berukuran 7 mili dan menggenapkan kekurangan tersebut dengan 3 buah kepala sapi yang ditanam di bawah pondasi jembatan tersebut. Akal sehat mana yang mau menerima hal demikian, hanya paraTIDAKnormal serta para pemuja mereka yang setia menyekutukan Allah tabaaraka wa ta'ala saja yang mau menggunakan metode tersebut. Berbagai dalih dijadikan hujjah oleh mereka, entah sebagai syarat perizinan membangun bangunan di wilayah tersebut sehingga sungguh sangat aneh, adanya IMB(Izin Membangun Bangunan) kepada si "penunggu" sungai tersebut. Ada sebagian lagi yang berhujjah supaya jembatan tersebut nantinya kuat dan kokoh tak goyah dimakan zaman...laa hawla walaa quwwata illa billah....

          Betapa banyak Allah mengingatkan kita sebagai hamba-hamba-Nya melalui ayat-ayat-Nya yang hampir setiap hati kita baca...

“Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba hambaNya dan Dia lah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang”(QS. Yunus, 107).
Jika berkaitan dengan masalah rizki, maka dengan tegas Allah menegur sebagian manusia-manusia yang ingin kaya raya melalui "Jalan Pintas" dengan firman-Nya,
“Sesungguhnya mereka yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rizki kepadamu, maka  mintalah  rizki  itu  pada  Allah dan sembahlah Dia (saja) serta bersyurkurlah kepadaNya. Hanya kepada Nya lah kamu sekalian dikembalikan.”  (QS. Al  Ankabut, 17).
                     Bahkan ketika kita dalam keadaan sulit dan kesempitan pun, Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan kita untuk meminta jalan keluar hanya kepada Allah ta'ala saja, hanya Allah subhanahu wa ta'ala lah yang akan mengabulkan permohonan-permohonan kita, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, 

“Atau siapakah yang mengabulkan (do’a) orang-orang yang dalam kesulitan disaat ia berdo’a kepadaNya, dan yang menghilangkan kesusahan, dan yang menjadikan kamu sekalian menjadi kholifah di bumi ? adakah sesembahan (yang haq) selain Allah ? amat sedikitlah kamu mengingat(Nya).” (QS. An Naml, 62).

Jauh-jauh hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan kepada kita,
Ali bin Abi Tholib Radhiallahu’anhu berkata :
“Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepadaku tentang empat perkara :
"لعن الله من ذبح لغير الله، لعن الله من لعن والديه، لعن الله من آوى محدثا، لعن الله من غير منار الأرض"
          “Allah melaknat orang-orang yang menyembelih binatang bukan karena Allah, Allah melaknat orang-orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang-orang yang melindungi orang yang berbuat kejahatan, dan Allah melaknat orang-orang yang merubah tanda batas tanah”. (HR. Muslim)
yang dimaksud dengan "laknat" adalah dijauhkannya seseorang dari rahmat Allah subhanahu wa ta'ala. Dan ini termasuk dosa yang sangat besar dengan sebab menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah dalam suatu ibadah.  

              Demikianlah, semoga yang sedikit ini bisa mendatangkan maslahat bagi kita, keluarga kta dan sahabat-sahabat kita....

Muraja'ah : -Syarh Kitabut Tauhid Syaikh Ibn Baz-Tathhirul i'tiqod Imam Ash-Shan'ani-

Farhan Abu Urwah, Saidan, Depok Jawa Barat/ 3 Mei 2012 21:49

Jumat, 18 Mei 2012

Tabligh Akbar NASIONAL 2012 Yogyakarta


 HADIRILAH...!!!

Tabligh Akbar NASIONAL 2012 Desangan tema, "Keindahan Agama Islam"
dengan pembicara ;
1. Syaikh 'Ubaid bin 'Abdillah al-Jabiri (Madinah)
2. Syaikh 'Abdullah bin Umar al-Mar'ie (Yaman)
3. Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri (Kuwait)
4. Syaikh Muhammad Ghalib al-'Umari (Madinah)

Waktu : Sabtu-Ahad 3-4 Sya'ban 1433H/23-24 Juni 2012M
Pukul. 09.00 WIB-Selesai

Tempat : Masjid Agung Manunggal
Jl. Jendral Sudirman No.1, Bantul, D. I. Yogyakarta

Sabtu, 12 Mei 2012

Download Rekaman Bedah Buku “Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan” di Sukabumi & Ma’had An-Nur Al-Atsary Ciamis

Akhir-akhir ini, kita diresahkan oleh pembagian buku penuh fitnah di beberapa instansi pendidikan keagamaan secara cuma-cuma, aliah GRATIS...!!!!!. Ada apa sebenarnya dibalik buku berbahaya sarat dengan fitnah dengan judul " Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi." Benarkah isi buku tersebut..???

 Mari, kita simak langsung penjelasannya dari sebuah kajian yang disampaikan oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray -hafizhahullaah-


Download rekaman Bedah Buku Salafy Antara Tuduhan dan Kenyataan, yang mana buku ini merupakan BANTAHAN  terhadap buku "Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi" di Sukabumi bersama Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray -hafizhahullaah-. ( Klik Judul Untuk Download ).

1. Bedah Buku Sesi 1 

2. Bedah Buku Sesi 2 

Download rekaman Bedah Buku Salafy Antara Tuduhan dan Kenyataan, yang mana buku ini merupakan BANTAHAN  terhadap buku "Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi" di Ma’had An-Nur Al-Atsary Ciamis bersama Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray -hafizhahullaah-. ( Klik Judul Untuk Download )

1. Muqaddimah

 2. Bedah buku sesi 1

3. Bedah buku sesi 2

4. Bedah buku sesi 3

5. Bedah buku sesi 4

Selasa, 20 Maret 2012

Dampak Maksiat (Bagian. 1)

MAKSIAT MENYEBABKAN BERBAGAI MAKHLUK BERANI MENGGANGGU PELAKUNYA

         Di antara dampak maksiat adalah berbagai makhluk berani mengganggu pelakunya, padahal sebelumnya mereka takut melakukannya. Syaithan pun berani mengganggunya. Ia menggangu, menyesatkan, menimbulkan rasa was-was, menakut-nakuti, membuatnya sedih, serta menjadikannya lupa terhadap perkara-perkara penting. Syaithan berani menghasutnya untuk mendurhakai Allah dengan sungguh-sungguh.

          Syaithan-syaithan dari kalangan manusia juga berani terhadap pelaku maksiat. Mereka melakukan gangguan terhadapnya sesuai kemampuan mereka, baik dengan maupun tanpa sepengetahuannya. Disamping itu, Istrinya, pembantunya, anak-anaknya, tetangganya hingga binatang ternak sekalipun berani terhadapnya.
Diantara paa salaf ada yang berkata :” Aku bermaksiat terhadap Allah subhanahu wa ta’ala kemudian aku merasakan pengaruhnya pada tindak tanduk isteri dan hewan tungganganku.”

             Ditambah lagi, pemerintah berani mengambil tindakan kepadanya dengan menjatuhkan hukuman, jika memang mereka berlaku adil dan menegakkan hokum Allah ta’ala.

          Begitu pula dengan jiwanya sendiri, yang menjadi liar dan menyulitkannya. Apabila orang itu ingin berbuat kebaikan, maka jiwa tersebut tidak mau mentaati dan tunduk kepadanya, melainkan justru membimbingnya kepada perkara-perkara yang membinasakannya, baik secara sukarela ataupun terpaksa.

          Demikianlah….Ketaatan adalah benteng Allah tabaaraka wa ta’ala. Siapa saja yang memasukinya akan merasakan keamanan di dalamnya. Andaikan seseorang meninggalkan benteng tersebut, para perampok dan makhluk lainnya akan menyerangnya. Keberanian pihak lain terhadap para pelaku maksiat dan dosa sebesar keberanian orang itu dalam mendurhakai Allah ta’ala.Ia tidak lagi mempunyai alat untuk melindungi diri sewaktu keluar dari benteng ketaatan. Sebab, dzikir, ketaatan kepada Allah , sedekah, membimbing orang bodoh, serta amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan penjaga seorang hamba, seperti halnya imunitas yang mencegah dan menolak penyakit. Jika imunitas tersebut hilang, maka penyakit pun menang sehingga membinasakannya. Oleh karena itu, seorang hamba harus memiliki pertahanan diri.

            Penyebab munculnya keburukan dan kebaikan itu saling berlawanan. Kekuasaan menjadi milik pemenangnya. Jika sisi kebaikan menguat, pertahanan juga akan menguat. Sungguh Allah ta’ala membela orang-orang yang beriman. Sementara itu, iman bergantung pada perkataan dan perbuatan seorang hamba. Oleh sebab itu, tingkat pertahanan seseorang tergantung pada kekuatan imannya. Wallahul musta’an.

(Ditulis ulang dari Kitab Ad Daa’ wad Dawaa’, Ibul Qayyim Al-jauziyah,  oleh Al-Akh Farhan Abu Urwah, Madrasah Salafiyah Depok 2012)



Sabtu, 17 Maret 2012

Wasiat DUSTA dari 'Syaikh Ahmad' (Penjaga Kubur Rasulullah)

Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, ditujukan kepada siapa saja diantara orang-orang Islam yang mendapatkan surat ini, semoga Allah menjaga mereka dengan agama Islam, dan melindungi kita serta mereka dari kejahatan para pendusta yang bohong dan tengik.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Amma ba’du :
Kami telah membaca edaran yang dinisbatkan kepada Syaikh Ahmad Khodim Al Haram An Nabawi, dengan judul :

“Ini adalah wasiat dari Madinah Munawwarah dari Ahmad Khodim Al Haram An Nabawi ”

Dalam wasiat ini dikatakan : pada suatu malam Jum’at aku pernah tidak tidur, membaca Al Qur’an, dan setelah membaca Asma’ul Husna aku bersiap siap untuk tidur, tiba tiba aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang telah membawa ayat ayat Al Qur’an dan hukum hukum yang mulia, kemudian beliau berkata : wahai Syaikh Akhmad, aku menjawab : ya, ya Rasulullah, wahai orang yang termulia diantara makhluk Allah, beliau berkata kepadaku : aku sangat malu atas perbuatan buruk manusia itu, sehingga aku tak bisa menghadap Tuhanku dan para malaikat, karena dari hari Jum’at ke Jum’at telah meninggal dunia sekitar seratus enam puluh ribu jiwa (160 000) dengan tidak memeluk agama Islam .

Kemudian beliau menyebut contoh contoh dari perbuatan maksiat itu, dan berkata : “maka wasiat ini sebagai rahmat bagi mereka dari Allah MahaPerkasa”, selanjutnya beliau menyebutkan sebagian tanda tanda hari kiamat dan berkata :” wahai Syaikh Ahmad, sebarkanlah wasiat ini kepada mereka, sebab wasiat ini dinukil dari Lauhul Mahfudz, barang siapa yang menulisnya dan mengirimnya dari suatu negara ke negara lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain, baginya disediakan istana dalam sorga, dan barang siapa yang tidak menulis dan tidak mengirimnya, maka haramlah baginya syafaatku di hari kiamat nanti, barang siapa yang menulisnya sedangkan ia fakir maka Allah akan membuat dia kaya, atau ia berhutang maka Allah akan melunasinya, atau ia berdosa maka Allah pasti mengampuninya, dia dan kedua orang tuanya, berkat wasiat ini, sedangkan barang siapa yang tidak menulisnya maka hitamlah mukanya di dunia dan ahirat”.

Kemudian beliau melanjutkan :” Demi Allah 3x wasiat ini adalah benar, jika aku berbohong, aku keluar dari dunia ini dengan tidak memeluk agama Islam, barang siapa yang percaya kepada wasiat ini, ia akan selamat dari siksaan neraka, dan jika tidak percaya maka kafirlah ia”.

Inilah ringkasan dari wasiat bohong yang dikatakan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam itu, kita telah berkali kali mendengar wasiat bohong ini, yang mana telah tersebar luas dikalangan umat manusia secara terus menerus, anehnya hal ini sangat laku dikalangan umum.
Dalam wasiat tersebut terdapat beberapa ungkapan yang saling kontradiktif, diantaranya pendusta itu mengatakan bahwa ia (Syaikh Ahmad) melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak tidur, berarti ia melihatnya ketika berjaga (tidak dalam mimpi), ia juga telah mendakwakan (dalam wasiat itu) berbagai hal yang jelas jelas bohong dan bathil, dan kami akan terangkan nanti Insya Allah.

Pada tahun tahun yang lalu kami telah menjelaskan kepada semua orang tentang kebohongan dan kebatilan wasiat itu secara terang-terangan, ketika kami membaca selebaran terahir ini, kami ragu-ragu menulisnya, karena jelas kebatilannya dan keberanian pembohong itu, dan kami tidak menduga sebelumnya hal itu bisa laku di kalangan orang-orang berakal sehat, bahkan banyak dari kawan kami yang memberitahukan, bahwa wasiat bohong itu telah tersebar diantara mereka, dan ada yang mempercayainya.

Atas dasar itu semua kami memandang perlu untuk menulisnya ; menjelaskan ketidakbenaran dan kebohongan wasiat itu terhadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tak seorangpun dapat tertipu olehnya.

Barang siapa diantara para ahli ilmu yang beriman dan orang orang yang berfikiran sehat mau mempelajarinya, niscaya ia akan tahu bahwa hal itu adalah kebohongan ditinjau dari beberapa segi, kami telah menanyakan kepada keluarga dekat Syaikh Ahmad yang wasiat bohong itu dinisbatkan kepadanya, tetapi mereka mengingkari kebohongan itu, bahkan hal itu merupakan pembohongan terhadap almarhum Syaikh Ahmad, sebab beliau belum pernah mengatakannya sama sekali, dan beliau telah lama meninggal dunia, seandainya Syaikh Ahmad tersebut maupun yang lebih hebat daripadanya mendakwakan bahwasanya ia melihat Nabi Muhammad ketika sedang tidur atau berjaga, kemudian mewasiatkan seperti ini, pasti kita tahu bahwa hal itu bohong belaka, atau yang mengatakan kepadanya setan bukan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan keterangan keterangan di bawah ini.

Diantaranya : bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan dapat dilihat oleh seseorang ketika ia berjaga setelah beliau wafat, jika ada dari kalangan sufi yang mendakwakan bahwasanya ia melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika ia berjaga setelah ia wafat, atau beliau menghadiri peringatan maulid atau yang lainnya, maka betul-betul ia telah berbuat salah dan menyeleweng, karena sesungguhnya mayat itu akan bangkit dari kuburnya pada hari kiamat, bukan di dunia sekarang ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ثم إنكم بعد ذلك لميتون، ثم إنكم يوم القيامة تبعثون
“Kemudian sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian pasti akan mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat” (QS. Al Mu’minun, 15-16).
Dengan demikian berarti Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan bahwasanya kebangkitan mayat itu pada hari kiamat bukan di dunia seperti sekarang ini, barang siapa yang menyalahi itu berarti ia jelas pembohong dan penyeleweng, ia tidak mengetahui kebenaran sebagaimana telah diketahui oleh ulama salaf, para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan para pengikut mereka dengan sebaik-baiknya.

Kedua : bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mengatakan sesuatu berlawanan dengan yang hak, baik di masa hidupnya maupun sesudah wafatnya, dan wasiat di atas tadi benar-benar telah menyalahi syariatnya secara terang terangan ditinjau dari beberapa segi seperti di bawah ini.

Memang kadang kadang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dapat dilihat dalam mimpi, barang siapa yang melihat wajah beliau yang mulia, berarti ia betul-betul melihatnya, karena syetan tidak bisa meyerupai wajah beliau, sebagaimana hal itu dijelaskan dalam hadits hadits shohih. Yang paling penting ialah bagaimana keimanan orang yang mimpi tersebut, kejujurannya, keadilannya, hafalannya, agamanya dan amanatnya ? Apakah ia melihat wajah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam atau yang lainnya ? Jika ada hadits disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidupnya diriwayatkan tidak melalui jalur orang orang terpercaya, adil dan kuat hafalannya, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan landasan huhum (argumen), atau hadits tersebut melalui jalur di atas, tapi bertentangan dengan riwayat para perowi lain yang lebih terpercaya dan lebih kuat hafalannya, sedangkan tidak ada jalur sanad yang lain untuk dikorelasikan, maka yang pertama dimansukh (dihapus masa berlakunya) oleh yang kedua, dan tidak boleh diamalkan, dan hadits kedua sebagai nasikh, boleh diamalkan dengan syarat syarat tertentu jika memungkinkan, jika tidak memungkinkan untuk dikorelasikan maka yang lebih lemah hafalannya dan lebih rendah tingkat keadilannya harus ditinggalkan, berarti kedudukan hadits tadi syadz (bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak bisa diamalkan.

Sekarang bagaimana dengan penyampaian wasiat yang tidak diketahui bahwa ia telah menukil dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diketahui keadilan dan amanatnya ? Benar-benar wasiat ini harus ditinggalkan dan tidak perlu diperhatikan, walaupun isinya tidak bertentangan dengan syariat Islam, dan harus lebih ditinggalkan jika wasiat itu mencakup hal hal yang menunjukkan kebatilan dan kebohongan terhadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan mencakup pensyariatan agama yang tidak diizinkan oleh Allah, sedangkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
" من قال علي ما لم أقل فليتبوأ مقعده من النار ".
“Barang siapa yang mengatakan sesuatu hal (yang dinisbatkan kepada saya) yang saya sendiri tidak pernah mengatakannya maka bersiaplah ia menduduki tempatnya dari api neraka”.

Pendusta itu telah mengatakan wasiat itu dari Rasulullah, sedangkan beliau tidak pernah mengatakannya, berarti ia telah berdusta pada Rasulullah dan pada dirinya sendiri, bagaimana ia akan bebas dari azab Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat pedih itu, jika ia tidak cepat-cepat bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memberitahukan kepada khayalak ramai bahwa ia telah mendakwakan dengan kebohongan wasiat itu atas diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebab orang yang telah menyebarkan kebatilan diantara manusia tidak akan diterima taubatnya kecuali dengan mengumumkannya, sehingga diketahui oleh mereka bahwa ia telah kembali kepada jalan yang lurus.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات والهدى من بعد ما بيناه للناس في الكتاب أولئك يلعنهم الله ويلعنهم اللاعنون، إلا الذين تابوا وأصلحوا وبينوا فأولئك أتوب عليهم وأنا التواب الرحيم.
“Sesungguhnya orang orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan, berupa keterangan keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat(pula)oleh semua (makhluk)yang dapat melaknat, kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebaikan), maka terhadap merekalah Aku (Allah) menerima taubatnya dan Akulah penerima taubat lagi MahaPenyayang” (QS. Al Baqarah, 159-160).

Dalam ayat di atas, Allah telah menjelaskan barang siapa yang menyembunyikan suatu kebenaran, maka taubatnya tidak akan diterima, kecuali jika ia mengadakan perbaikan dan menjelaskan kebenaran tersebut, Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi hamba-Nya, dan menyempunakan ni’mat-Nya kepada mereka dengan mengutus Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan wahyu yang diturunkan kepadanya adalah sempurna, beliau tidak akan dicabut nyawanya kecuali telah disempurnakan agama-Nya, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman-Nya :

البوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nu’matKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah, 3).

Pendusta wasiat ini telah datang pada abad keempat belas untuk mengelabuhi manusia dan mensyariatkan kepada mereka agama baru, barang siapa yang mengikutinya, maka baginya disediakan sorga, dan barang siapa yang menolak syariat itu, maka baginya disediakan neraka. Dengan demikian ia hendak menjadikan wasiat ini lebih baik dari Al Qur’an, yang mana jika seseorang tidak menulisnya dan tidak mengirimkannya dari suatau negara ke negara lainnya diharamkan baginya syafaat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat, ini merupakan pembohongan yang paling hina dan jelas sekali, betapa tidak punya malu pembohong itu, ia telah berani berbuat bohong, kerena barang siapa yang menulis Al Qur’an yang mulia dan mengirimkannya dari suatu negara ke negara yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, tidak akan mendapatkan keutamaan seperti itu jika ia tidak mengamalkan kandungannya, bagaimana ia bisa memperoleh keutamaan itu jika hanya menulis dan mengirimkan wasiat bohong itu dari suatu negara ke negara yang lain.

Barang siapa yang tidak menulis Al Qur’an dan tidak mengirimkannya dari suatu negara ke negara yang lain, maka tidak diharamkannya baginya syafaat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, jika ia benar-benar mengimaninya dan mengikuti syariatnya, satu kebohongan dalam wasiat ini saja sudah menjadi bukti atas kebatilannya, kebohongannya yang jelas, kecerobohan, kebodohan, dan jauhnya dari ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Selain apa yang telah kami sebutkan tadi, masih banyak lagi hal-hal yang menunjukkan ketidakbenaran wasiat tersebut, walaupun pendusta itu bersumpah seribu kali atau lebih atas kebenarannya.

Seandainya pembuat wasiat itu bersumpah, jika ia berdusta pasti ia akan tertimpa azab yang sangat pedih sebagai saksi atas kebenarannya, maka tetap ia tidak bisa dipercaya, dan wasiat itu tidak berubah menjadi benar, bahkan saya berani bersumpah demi Allah dan demi Allah, bahwa perbuatan itu merupakan kebohongan yang paling besar dan kebatilan yang paling hina, kita bersaksi kepada Allah dan kepada malaikat yang telah datang kepada kita dan kepada kaum muslimin yang telah memperoleh tulisan ini, suatu kesaksian kita sampaikan kepada Allah, bahwasanya wasiat ini dusta dan bohong kalau dinisbatkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, semoga Allah membuat hina orang orang yang menisbatkan wasiat itu kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, dan menyiksanya sesuai dengan perbuatannya.

Diantara sekian banyak kebatilan dan kebohongan wasiat tersebut adalah :
Pertama :
Isi kandungan wasiat tersebut yang berbunyi :” karena dari Jum’at ke Jum’at telah meninggal dunia sekitar 160.000 orang dengan tidak memeluk agama Islam ”, kerena hal itu merupakan ilmu ghaib, dan wahyu bagi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah berhenti setelah beliau wafat, sedangkan pada masa hidupnya beliau tidak tahu ilmu ghoib, mana mungkin hal itu bisa terjadi sepeninggal beliau ?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قل لا أقول لكم عندي خزائن الله ولا أعلم الغيب ولا أقول لكم إني ملك إن أتبع إلا ما يوحى إلي قل هل يستوي الأعمى والبصير أفلا تتفكرون
“Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghoib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat, aku mengetahui apa yang telah diwahyukan kepadaku, katakanlah, apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat ? maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al An’am, 50).

قل لا يعلم من في السموات والأرض الغيب إلا الله وما يشعرون أيان يبعثون

“Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghoib, kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan” (QS. An Naml, 65).


Dalam hadits shahih disebutkan, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
" يذاد رجال عن حوضي يوم القيامة فأقول : يا رب، أصحابي أصحابي، فيقال لي : إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك، فأقول كما قال العبد الصالح : وكنت عليهم شهيدا ما دمت فيهم، فلما توفيتني كنت أنت الرقيب عليهم وأنت على كل شيء قدير ".
".
“Banyak orang orang yang dijauhkan dari telagaku pada hari kiamat nanti, maka aku berkata : ya Rabb, mereka adalah sahabat sahabatku, mereka sahabat sahabatku, maka dikatakan kepadaku : sesungguhnya engkau tidak tahu tentang apa yang mereka perbuat setelah engkau wafat ?, maka aku berkata sebagaimana hamba sholeh(Nabi Isa) berkata :” Dan aku menjadi saksi bagi mereka selama aku hidup bersama mereka, maka setelah Engkau telah mewafatkan aku, Engkaulah yang menjadi penguasa bagi mereka dan sesungguhnya Engkau MahaMengetahui atas segala sesuatu”.

Kedua :
Ungkapan yang mengatakan : “barang siapa yang menulisnya sedangkan ia orang fakir, maka Allah akan menjadikan kaya, atau ia berhutang maka Allah akan melunasinya, atau ia berdosa maka Allah akan mengampuninya serta kedua orang tuanya berkat wasiat ini, … dan seterusnya”, ini merupakan kebohongan besar dan bukti nyata atas kebohongan pedusta itu, betapa ia tidak punya malu terhadap Allah dan hamba hambaNya, karena ketiga hal di atas tidak bisa dicapai hanya dengan menulis Al Qur’an, apalagi menulis wasiat ini yang jelas batilnya, tidak lain pelaku dosa ini hanyalah akan mengkaburkan manusia saja, serta menjadikan mereka selalu bergantung kepada wasiat itu, sehingga mereka mau menulisnya dan mengelu elukan keutamaan yang dijanjikan, dengan meninggalkan tuntunan yang telah disyari’atkan Allah kepada hamba hambaNya, ia menjadikan wasiat itu sebagai sarana mencapai kekayaan, membayar hutang, dan ampunan Tuhan, kita berlindung kepada Allah dari kehinaan, mengikuti hawa nafsu dan syetan.

Ketiga :
Isi kandungannya yang berbunyi :”Sedangkan barang siapa yang tidak menulisnya, maka hitamlah mukanya di dunia dan akhirat”.

Ini juga merupakan kebohongan besar dan bukti nyata atas kebatilan wasiat tersebut serta pengecutnya pendustanya, mana ada orang yang berakal akan menerima perkataan itu, pembawa wasiat itu adalah seorang manusia yang hidup pada abad keempat belas hijriyah, dan tidak diketahui identitasnya, ia mendakwakan kebohongan atas diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan anggapan bahwa barang siapa yang menulisnya akan dijamin dengan tiga jaminan di atas.

MahaSuci Engkau Ya Allah, ini merupakan kebohongan yang besar, bukti bukti dan realita yang secara empiris telah menunjukkan atas kebohongan pendusta itu, betapa besar dosanya di sisi Allah, sebab kelancangannya benar-benar ia tidak punya malu terhadap Allah dan semua manusia, karena telah banyak orang yang tidak menulis wasiat ini, namun mereka toh mukanya tidak hitam, di lain pihak telah banyak orang yang menulis wasiat ini, namun mereka masih juga tetap tidak bisa membayar hutangnya, dan tetap saja dalam kefakirannya.

Maka marilah kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kecenderungan hati dan dari kotoran dosa, sifat-sifat dan balasan-balasan di atas tidak pernah di janjikan oleh syariat yang mulia bagi orang orang yang menulis kitab suci Al Qur’an, kitab yang paling mulia dan paling agung, bagaimana hal itu bisa dicapai oleh orang yang menulis wasiat bohong, wasiat yang mencakup berbagai kebatilah, dan dihiasi bermacam macam kekafiran.

MahaSuci Allah, alangkah sabarnya Dia (Allah) terhadap hamba hamba yang berbuat dusta atas-Nya.

Keempat :
Isi wasiat ini berbunyi :”Barang siapa yang percaya kepada wasiat ini, pasti akan selamat dari siksaan neraka, jika tidak percaya kafirlah dia”.

Ini juga merupakan keberanian yang luar biasa untuk berbuat bohong, dengan kebatilannya pendusta itu mengajak semua manusia untuk mempercayai tipu dayanya, ia mengira bahwasanya mereka akan selamat dari api neraka jika memang mau mempercayainya, dan barang siapa yang tidak mempercayainya maka ia pantas dianggap kafir, demi Allah, pembohong itu tidak mengatakan sesuatu yang haq, bahkan sebaliknya, jika ada orang yang mempercayainya maka ia pasti dianggap kafir, bukan orang yang mendustakannya karena dakwaannya tidak berdasar dalil.

Kita bersaksi kepada Allah, bahwasanya dakwaan itu adalah bohong belaka, pendusta itu hendak mensyariatkan kepada manusia apa apa yang tidak di izinkan Allah, dan sengaja memasukkan sesuatu hal baru dalam agama mereka apa apa yang tidak ada didalamnya, sedangkan Allah telah melengkapi dan mencukupkan agama umat ini, sejak empat belas abad yang silam, yaitu sebelum datangnya pendusta ini.

Maka berwaspadalah, wahai para sidang pembaca dan kawan-kawan seagama, janganlah percaya terhadap dakwaan-dakwaan dusta seperti ini, jauhilah penyebarannya di kalangan anda sekalian, karena yang haq selalu disinari oleh cahaya yang tidak kabur, carilah kebenaran disertai dalilnya, bertanyalah kepada para Ulama jika kamu mendapatkan kesulitan, dan janganlah tertipu oleh sumpah sumpah bohong pendusta, karena iblis telah bersumpah kepada kedua orang tua kita yaitu Adam dan Hawa, bahwasanya ia sebagai penasehat bagi keduanya, padahal ia tak lain adalah gembong penghianat dan pendusta ulung, sebagaimana yang diceritakan Allah dalam Al Qur’an :

وقاسمهما إني لكما لمن الناصحين

“Dan dia (syetan) bersumpah kepada keduanya (Adam dan Hawa), sesungguhnya saya adalah termasuk orang orang yang memberi nasehat kepadmu sekalian ” (QS. Al A’raf, 21).

Maka dari itu, anda sekalian harus selalu waspada terhadap pendusta ini dan para pengikutnya, sebab banyak diantara mereka yang mempunyai sumpah bohong, mengingkari janji, dan menghiasi perkataan-perkataannya untuk membujuk dan menyesatkan.

Semoga Allah tetap memelihara kami, anda sekalian dan kaum muslimin semua dari segala kejahatan syetan, fitnah orang-orang yang menyesatkan, penyelewengan orang orang yang menyimpang, dan tipu daya musuh musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka hendak membaurkan agama dan memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka dan mengkaburkan agamaNya bagi umat manusia, tetapi Allah pasti menyempurnakan cahaya-Nya serta menolong agama-Nya, walaupun musuh musuh-Nya baik dari kelompok syetan dan pengikutnya maupun orang orang kafir dan atheis itu tidak rela.

Adapun hal hal yang telah disebutkan pendusta ini tentang timbulnya kemungkaran-kemungkaran adalah realitas, dan Al Qur’an dan hadits pun telah memperingatkan kita sejauh mungkin, pada keduanya (Al Qur’an dan Hadits) terdapat hidayah dan kecukupan.

Mari kita memohon kepada Allah, agar berkenan memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memberi karunia kepada mereka untuk tetap mengikuti yang haq dan tetap konsisten dalam menjalankannya, serta mau bertaubat kepada-Nya dan meminta ampunan-Nya dari segala macam dosa, karena sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat, Pemurah dan berkuasa atas segala galanya.

Adapun yang telah disebutkan tentang tanda-tanda hari kiamat, maka hal itu sudah dijelaskan oleh hadits-hadits shahih, selain juga Al Qur’an telah menyinggung sebagian saja, barang siapa yang ingin mengetahuinya ia dapat mendapatkannya pada bab-bab tertentu dalam buku buku hadits serta karangan karangan para ahli ilmu dan iman.

Akhirnya, sudah cukup jelas bagi kita bahwa kebohongan pendusta itu tidak diragukan lagi, karena ia telah mengkaburkan dan mencampur adukan antara yang haq dan yang batil, cukup Allahlah sebagai penolong kita, Dia sebaik baik pelindung, tak ada kekuasaan dan kekuatan apapun kecuali di tangan Allah.

الحمد لله رب العالمين، وصلى الله على عبده ورسوله الصادق الأمين، وعلى آله وأصحابه وأتباعه بإحسان إلى يوم الدين.

Dikutip dari الحذر من البدع Tulisan Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz, Mufti Saudi Arabia. Penerbit Departemen Agama Saudi Arabia. Edisi Indonesia "Waspada terhadap Bid'ah".

Selasa, 21 Februari 2012

Ternyata Mencium Anak-Anak Mendatangkan Rahmat Allah !!

Yang Kadang Terlupakan Oleh Kedua Orang Tua :

Ternyata Mencium Anak-Anak Mendatangkan Rahmat Allah !!



          Sering kita dapati seseorang yang mendidik anaknya dengan cara yang keras…dengan menggunakan pukulan..bahkan tendangan…

          Bahkan jika tangannya telah lelah memukul maka iapun menggunakan tongkat atau cambuk untuk memukul anaknya. Sementara jika bertemu dengan sahabat-sahabatnya jadilah ia orang yang paling lembut dan ramah.

            Memang benar bahwa boleh bagi seorang ayah atau ibu untuk mendidik anaknya dengan memukul, akan tetapi hal itu keluar dari hukum asal. Karena hukum asal dalam mendidik…bahkan dalam segala hal adalah dengan kelembutan. Kita –sebagai orang tua- tidak boleh berpindah kepada metode pemukulan kecuali jika kondisinya mendesak. Itupun tidak boleh dengan pemukulan yang semena-mena, semau kita, seperti pukulan yang menimbulkan bekas…terlebih lagi yang mematahkan tulang…

            Sering syaitan menghiasi para orang tua dengan  menjadikan mereka menyangka bahwa metode kekerasan dalam mendidik anak-anak adalah metode yang terbaik dan praktis serta metode yang singkat dan segera mendatangkan keberhasilan. Karena dengan kekerasan dalam sekejap sang anak menjadi penurut. '

Ingatlah ini semua hanyalah was-was syaitan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

"Tidaklah kelembutan pada sesuatupun kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatupun kecuali akan memperburuknya" (Dishahihkan oleh Al-Albani)

Memang benar…jika seorang anak disikapi keras maka ia akan nurut dan patuh…akan tetapi hanya sekejap dan sementara…

         Kenyataan yang ada menunjukan bahwa jika seorang ayah atau ibu yang senantiasa memukuli dan mengerasi anak-anak mereka akan menimbulkan dampak buruk:

-         Jadilah kedua orang tua tersebut berhati keras…, hilang kelembutan dari mereka, karena mereka telah membiasakan kekerasan dalam hati mereka

-         Bahkan anak-anak mereka yang sering mereka pukuli pun menjadi keras…, keras dan kasar sikap mereka dan juga keras hati mereka.

-         Bahkan tidak jarang sang anak yang dikerasi maka semakin menjadi-jadi keburukannya.  Terutama jika sang anak merasa aman dari control kedua orang tuannya. Hal ini menunjukan sikak keras terhadap seringnya tidak membuahkan keberhasilan dalam mendidik anak-anak

-         Kalaupun metode kekerasan berhasil merubah sang anak menjadi seorang anak yang "tidak nakal" maka bagaimanapun akan berbeda hasilnya dengan seorang anak yang dibina dengan kelembutan. Seorang anak yang "tidak nakal" yang merupakan buah metode kekerasan tidak akan memiliki kelembutan dalam sikap dan tutur kata serta kelembutan hati yang dimiliki oleh seorang anak yang dididik dengan penuh kelembutan !!.



         Adapun jika kedua orang tua bersikap lembut kepada anak-anak mereka, dan tidak memukul kecuali dalam kondisi terdesak, sehingga tidak keseringan…maka akan menimbulkan banyak dampak positif, diantaranya :

-         Kedua orang tua tetap bisa menjaga kelembutan hati keduanya

-         Kelembutan hati anak-anak mereka juga bisa terjaga, demikian pula akhlak anak-anak mereka menjadi akhlak yang mulia. Karena mereka telah meneladani kedua orang tua mereka yang selalu bersikap lembut dan sayang kepada mereka

-         Anak-anak tatkala telah dewasa maka yang mereka selalu kenang adalah kebaikan, kelembutan, ciuman kedua orang tua mereka yang telah bersabar dalam mendidik mereka. Jadilah mereka anak-anak yang berbakti yang selalu ingin membalas budi kebaikan kedua orang tua mereka.

-         Kedua orang tua akan mendapatkan rahmat Allah dan ganjaran dari Allah karena sikap lembut mereka kepada anak-anak mereka



Abu Hurairah –semoga Allah meridhoinya- berkata :

قَبَّلَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ ، وَعِنْدَهُ الأقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا ، فَقَالَ الأقْرَعُ : إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ قَالَ : مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin 'Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro' berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallampun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati" (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318)

Dalam kisah yang sama dari 'Aisyah –semoga Allah meridhoinya- ia berkata :

جَاءَ أَعْرَابِى إِلَى النَّبِى صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِى صلى الله عليه وسلم أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

"Datang seorang arab badui kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, "Apakah kalian mencium anak-anak laki-laki?, kami tidak mencium mereka". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa rahmat/sayang dari hatimu" (HR Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317)

         Ibnu Batthool rahimahullah berkata, "Menyayangi anak kecil, memeluknya, menciumnya, dan lembut kepadanya termasuk dari amalan-amalan yang diridhoi oleh Allah dan akan diberi ganjaran oleh Allah. Tidakkah engkau perhatikan Al-Aqro' bin Haabis menyebutkan kepada Nabi bahwa ia memiliki 10 orang anak laki-laki tidak seorangpun yang pernah ia  cium, maka Nabipun berkata kepada Al-Aqro' ((Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang)).

         Maka hal ini menunjukan bahwa mencium anak kecil, menggendongnya, ramah kepadanya merupakan perkara yang mendatangkan rahmat Allah. Tidak engkau perhatikan bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menggendong (*cucu beliau) Umaamah putrinya Abul 'Aash (*suami Zainab putri Nabi) di atas leher beliau tatkala beliau sedang sholat?, padahal sholat adalah amalan yang paling mulia di sisi Allah dan Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa khusyuk dan konsentrasi dalam sholat. Kondisi Nabi yang menggendong Umaamah tidaklah bertentangan dengan kehusyu'an yang diperintahkan dalam sholat. Nabi kawatir akan memberatkan Umaamah (*si kecil cucu beliau) kalau beliau membiarkannya dan tidak digendong dalam sholat.

         Pada sikap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan teladan yang paling besar bagi kita, maka hendaknya kita meneladani beliau dalam menyayangi anak-anak baik masih kecil maupun yang besar, serta berlemah lembut kepada mereka" (Syarh Shahih Al-Bukhari karya Ibnu Batthool, 9/211-212)

         Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin rahimahullah berkata, "Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ (Barangsiapa yang tidak merahamati maka tidak dirahmati), yaitu barangsiapa yang tidak merahmati manusia maka ia tidak akan dirahmati oleh Allah Azza wa Jalla –kita berlindung kepada Allah akan hal ini-, serta Allah tidak memberi taufiq kepadanya untuk merahmati. Hadits ini menunjukan bahwa bolehnya mencium anak-anak kecil karena rahmat dan sayang kepada mereka, apakah mereka anak-anakmu ataukah cucu-cucumu dari putra dan putrimu atau anak-anak orang lain. Karena hal ini akan mendatangakna rahmat Allah dan menjadikan engkau memiliki hati yang menyayangi anak-anak. Semakin seseorang rahmat/sayang kepada hamba-hamba Allah maka ia semakin dekat dengan rahmat Allah. Bahkan Allah mengampuni seorang wanita pezina tatkala wanita pezina tersebut merahmati seekor anjing yang menjilat-jilat tanah karena kehausan…

         Jika Allah menjadikan rasa rahmat/kasih sayang dalam hati seseorang maka itu merupakan pertanda bahwa ia akan dirahmati oleh Allah…"

"Maka hendaknya seseorang menjadikan hatinya lembut, ramah, dan sayang (kepada anak-anak), berbeda dengan kondisi sebagian orang bodoh. Bahkan tatkala anaknya yang masih kecil menemuinya sementara ia sedang di warung kopi maka iapun membentak dan mengusir anaknya. Ini merupakan kesalahan. Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik dan mulia akhlak dan adabnya. Suatu hari beliau sedang sujud –tatkala beliau mengimami para sahabat- maka datanglah Al-Hasan bin Ali bin Abi Thoolib, lalu –sebagaiman sikap anak-anak-, Al-Hasanpun menaiki pundak Nabi yang dalam kondisi sujud. Nabipun melamakan/memanjangkan sujudnya. Hal ini menjadikan para sahabat heran (*mereka berkata :

هَذِهِ سَجْدَةٌ قَدْ أَطَلْتَهَا، فَظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ، أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ

"Wahai Rasulullah, engkau telah memperpanjang sujudmu, kami mengira telah terjadi sesuatu atau telah diturunkan wahyu kepadamu"-pen),

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada mereka,

ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ، وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي، فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ

"Bukan…, akan tetapi cucuku ini menjadikan aku seperti tunggangannya, maka aku tidak suka menyegerakan dia hingga ia menunaikan kemauannya" (*HR Ahmad no 16033 dengan sanad yang shahih-pen dan An-Nasaai no 1141 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Yaitu aku tidak ingin segera bangkit dari sujudku hingga ia menyelesaikan keinginannya. Ini buah dari rasa kasih sayang.

         Pada suatu hari yang lain Umamah binti Zainab putri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang masih kecil dibawa oleh Nabi ke masjid. Lalu Nabi sholat mengimami para sahabat dalam kondisi menggendong putri mungil ini. Jika beliau sujud maka beliau meletakkannya di atas tanah, jika beliau berdiri maka beliau menggendongnya. Semua ini beliau lakukan karena sayang kepada sang cucu mungil. Padahal bisa saja Nabi memerintahkan Aisyah atau istri-istrinya yang lain untuk memegang cucu mungil ini, akan tetapi karena rasa kasih sayang beliau. Bisa jadi sang cucu hatinya terikat senang dengan kakeknya shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Nabi ingin menenangkan hati sang cucu mungil.

          Pada suatu hari Nabi sedang berkhutbah, lalu Al-Hasan dan Al-Husain (*yang masih kecil) datang memakai dua baju –mungkin baju baru-. Baju keduanya tersebut kepanjangan, sehingga keduanya tersandung-sandung jatuh bangun tatkala berjalan. Maka Nabipun turun dari mimbar lalu menggendong keduanya dihadapan beliau (*di atas mimbar) lalu beliau berkata:

صَدَقَ اللهُ إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ نَظَرْتُ إِلَى هَذَيْنِ الصَّبِيَّيْنِ يَمْشِيَانِ وَيْعْثُرَانِ فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ حَدِيْثِي وَرَفَعْتُهُمَا

"Maha benar Allah…"Hanyalah harta kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah", aku melihat kedua anak kecil ini berjalan dan terjatuh, maka aku tidak sabar hingga akupun memutuskan khutbahku dan aku menggendong keduanya" (HR At-Thirmidzi no 2969 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Kemudian beliau melanjutkan khutbah beliau (*lihat HR Abu Dawud no 1016 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

          Yang penting  hendaknya kita membiasakan diri kita untuk menyayangi anak-anak, demikian juga menyayangi semua orang yang butuh kasih sayang, seperti anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang lemah (tidak mampu) dan selain mereka. Dan hendaknya kita menjadikan dalam hati kita rasa rahmat (kasih sayang) agar hal itu menjadi sebab datangnya rahmat Allah bagi kita, karena kita juga butuh kepada rahmat" (dari Syarah Riyaad As-Shoolihiin, dengan sedikit perubahan)

Sungguh mulia akhlak Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada anak-anak…beliau menggendong anak-anak…bahkan dalam sholat beliau, karena kasih sayang kepada anak-anak …mencium anak-anak adalah ibadah…mendatangkan rahmat Allah. Bahkan beliau pernah berjalan cukup jauh hanya untuk mencium putra beliau Ibrahim.

         Anas Bin Malik –semoga Allah meridhoinya- berkata :

«مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»، قَالَ: «كَانَ إِبْرَاهِيمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ فِي عَوَالِي الْمَدِينَةِ، فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ فَيَدْخُلُ الْبَيْتَ وَإِنَّهُ لَيُدَّخَنُ، وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا، فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ، ثُمَّ يَرْجِعُ»

"Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim memiliki ibu susuan di daerah Awaali di kota Madinah. Maka Nabipun berangkat (*ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap. Suami Ibu susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu beliau kembali" (HR Muslim no 2316)



         Karenanya…bersabarlah wahai para orang tua dalam mendidik anak kalian…sayangilah mereka…peluklah mereka…ciumlah mereka….semuanya akan mendatangkan pahala dan rahmat Allah.   

Disadur dari : www.firanda.com

Selasa, 17 Januari 2012

MENYIKAPI KESALAHAN DAN ORANG SALAH (JUGA ADA FIKIHNYA) -perhatikan lagi pendetilannya- (Asy-Syaikh Ubaid Al Jabiri)

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan: Fadhilatus-Syaikh, apakah ketika seseorang dari ulama besar salah, boleh atau dibenarkan bagi seorang pemuda untuk membantah kesalahannya? Atau (yang harus) membantahnya seorang ulama juga semisalnya? Dimana sebagian anak muda lancang menolak fatwa sebagian ulama yang mana fatwa itu terkadang sensitif menurut syariat, lalu sang ulama tersebut memfatwakannya karena darurat atau menurutnya ada hikmah dibaliknya –barakallahufikum-, apa pendapatmu dalam hal ini? Semoga Allah membalas kebaikanmu.

Jawaban: Segala puji bagi Allah Rab semesta alam, dan saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya. (Dialah) penolong orang-orang shalih dan Rab orang-orang baik. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya, penghulu anak Adam seluruhnya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada beliau dan keluarganya serta para shahabatnya yang baik lagi suci sampai hari akhir. Amma ba’du:

Sesungguhnya apa yang kalian tanyakan, perlu dilihat dari dua sisi, sebagaimana perlu dilihat kepada siapa pemilik pendapat keliru tersebut dari dua sisi juga. Demikianlah Ahlussunnah, mereka melihat kepada (jenis) penyimpangan dan kepada (orang) yang menyimpang.

Adapun (jenis) penyimpangan, (ia) tidak keluar dari dua keadaan:

-          Apakah penyimpangan tersebut terjadi pada perkara yang bukan ranah ijtihad, apakah dalam perkara pokok agama atau cabang-cabangnya, seperti banyak terdapat dalil Al Qur’an dan Sunnah berkenaan dengannya dan disepakati oleh para imam (ijma’), atau telah dianggap seperti ijma’, dan ketika itu orang yang menyimpang (mukhalif) tidak ada padanya nas-nas yang menguatkan pendapatnya. 

-          Atau penyimpangan tersebut terjadi pada perkara yang merupakan ranah ijtihad, atau perkara yang nas-nasnya (dalil-dalil) muhtamal (memiliki banyak sudut pandang). 

Maka jenis pertama: yaitu perkara yang bukan merupakan ranah ijtihad, sesungguhnya penyelisihan dalam hal ini tidak benar sama sekali dan kesalahan harus disanggah dari siapa pun orangnya.

Kemudian orang yang menyelisihi (kebenaran) ini tidak lepas dari dua keadaan:
-          Apakah ia seorang pengikut sunnah, orang-orang mengenalnya sebagai orang yang istiqamah di atas sunnah, membela sunnah dan ahlussunnah. Sebagaimana ia juga dikenal sebagai orang yang menginginkan kebaikan bagi ummat. Maka orang seperti ini kesalahannya tidak boleh diikuti dan kehormatannya (harus) dijaga. Dan meskipun kita membantah kesalahannya kita tetap menjaga adab bersamanya dan kita menjaga kehormatannya. Dan kita tidak berkata keras kepadanya seperti kepada ahlulbid’ah para pengekor kesesatan. Dan hal yang demikian itu sebagai bentuk penghargaan atas anugrah Allah kepadanya berupa keutamaan dan kemuliaan serta kepemimpinan dalam agama. Maka kita menjaga hal ini semua.

Dan apabila kalian melihat kapada kebanyakan imam-imam di atas sunnah, orang-orang yang disaksikan manusia (keimaman mereka) dikehidupan mereka dan begitu pula kita harap setelah kematian mereka insyaAllah, ada pada mereka kesalahan-kesalahan, ketergelinciran. Lalu ulama-ulama sezaman mereka membantah mereka dan begitu pula ulama-ulama setelah mereka sambil tetap menjaga kehormatan dan kemuliaan mereka serta tidak bertindak sewenang-wenang kepada mereka dengan menggunakan ungkapan-ungkapan kasar.

-          Atau orang yang menyelisihi (kebenaran) ini menyelisihi dalam artian membangkang dan sombong serta merasa lebih tinggi dari kebenaran dan mengikuti hawa nafsu. Maka orang ini tidak ada penghormatan untuknya disisi ahlussunnah. Ahlussunnah membantah kesalahannya dan bersikap keras kepadanya serta mensifatinya dengan bid’ah dan kesesatan. Dan memperingatkan ummat darinya dan menggunakan ucapan-ucapan yang keras. Kecuali apabila (hal itu) mengakibatkan kerusakan yang lebih besar daripada kemaslahatan yang diharapkan. Maka ahlussunnah (dalam hal ini) mencukupkan dengan membantah kesalahannya dan menjauhinya. Hal yang demikian ini apabila si mubtadi’ sesat tadi di negeri tersebut dan dihati masyarakatnya memiliki pengaruh dan posisi, seperti kalau dia itu seorang mufti negara atau salah seorang menteri seperti menteri wakaf atau menteri kehakiman atau dia termasuk orang dekat pemerintahan atau tergolong ulama yang dipercaya oleh negara dan ahlussunnah lemah. Maka (dalam kondisi seperti ini) kita tidak mensifatinya dengan sifat-sifat seperti ini, (tapi cukup) kita katakan: ini keliru, Asy-Syaikh fulan keliru dalam masalah ini dan kita tidak terima ini darinya (karena) ukurannya adalah dalil, sedangkan dalil yang ada menyelisihinya.

Dan sudah sewajibnya bantahan itu (muatannya) ilmiyah, bersandar kepada Al Kitab dan Sunnah sesuai pemahaman salafusshalih, jauh dari kebohongan dan kata-kata kasar yang menjadikan orang-orang yang mendengar merasa risih dan menjauh darinya serta meninggalkan kebenaran yang ada pada kita atau pada kalian karena mereka mendengar kata-kata yang tidak pada tempatnya dan tidak sesuai dengan citra seorang penuntut ilmu.

Karena bantahan yang bersandar kepada Al Kitab dan As-Sunnah dan sesuai pemahaman salafus-shalih, (dan bantahan yang) padanya ditampakkan kebenaran dan dipatahkan kebatilan, orang-orang yang adil akan menerima bantahan seperti ini dan tidak menyelisihinya meskipun mereka mencintai pihak yang sedang dibantah ini. Dan ini mujarab –barakallahufiik- maka perhatikanlah.

Jenis kedua dari penyelisihan-penyelisihan yaitu dalam perkara yang masih di dalam ranah ijtihad. Dalam hal ini (cukup) bagimu menerangkan pendapat yang kuat menurutmu dan jangan mencela pihak lain dan jangan mentahdzirnya dan jangan (pula) engkau juluki dia mubtadi’ sesat atau menyimpang. Tapi (cukup) kamu katakan: yang benar menurutku ini.

Sebagai contoh: (masalah) tertib/berurutan dalam berwudhu’. Jumhur (ulama) berpendapat tertib itu wajib. Diantara mereka Al Imam Ahmad dan murid-muridnya –rahimahumullah-. (Sedangkan) hanafiah dan para ulama yang sependapat dengan mereka memilih (tertib dalam berwudhu’) tidak wajib. Maka kita membantah hanafiah (tapi) tanpa mencela dan tanpa kata-kata kasar. (Cukup) kita katakan: Yang kuat menurut kami, atau yang terkuat dari dua pendapat adalah wajib.

Contoh lain: Orang yang meninggalkan shalat karena malas. Jumhur (berpendapat) dia fasik, wajib diminta bertaubat, apabila ia bertaubat (dilepas), kalau tidak dibunuh sebagai hukum had atasnya. Dan hukum atasnya seperti orang-orang fasik lainnya. Dimandikan, dikafani dan dishalatkan dan didoakan kebaikan untuknya dan dikubur di pemakaman ummat Islam, keluarganya mewarisi hartanya. Dan ini adalah pendapat Az-Zuhri dan Malik dan salah satu riwayat dari Al Imam Ahmad dan selain dari mereka. Jumhur ulama sebagaimana telah aku jelaskan.

Sedangkan riwayat lainnya dari Al Imam Ahmad dan ini juga pendapat para muhaqqiq imam, diantara mereka Asy-Syaikh Abdul Aziz Al Imam Al Atsari, seorang mujtahid –rahimahullah- dan Asy-Syaikh Muhammad bin Utsaimin, Al Imam Al Faqih, Al Muhaqqiq Al Mudaqqiq Al Mujtahid –rahimahullah- (berpendapat) bahwa orang ini kafir dan diminta bertaubat, apabila ia bertaubat (dilepas) atau kalau tidak dibunuh sebagai orang murtad. Berdasarkan ini mayatnya tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan dan tidak didoakan dan keluarganya tidak mewarisi hartanya, hartanya fa’i pemerintah (bebas) membelanjakannya pada kepentingan-kepentingan umum.

Dan apabila kalian lihat pada keadaan dua kelompok dari para imam ini –rahimahumullah- kalian tidak dapati ulama yang menganggap fasik orang yang meninggalkan shalat karena malas menjuluki ulama yang menganggap orang itu kafir sebagai khawarij. Begitu pula sebaliknya kita tidak dapati ulama yang menganggap kafir orang yang meninggalkan shalat karena malas menjuluki ulama yang menganggap orang itu fasik sebagai murji’ah. Karena masing-masing mereka memiliki dalil yang kuat yang menjadi landasan dalam pendapatnya.

Saya tambahkan. Ulama yang mulia yang keliru  dalam perkara yang menurutmu kuat. Ulama ini menurutku hendaknya dinasihati dan diterangkan kepadanya kesalahannya. Apabila ia tidak menerima dari kalian angkat perkaranya kepada ulama yang lebih besar dari kalian dan dia. Karena sesungguhnya mereka akan menasihatinya dan menerangkan (kebenaran) kepadanya dan kelak ia akan kembali kepada sunnah insyaAllah.

Lihatlah (Asy-Syaikh) Al Albani –rahimahullah- dan banyak imam-imam kaum muslimin, ahlussunnah dan petunjuk –rahimahumullah- berpendapat bahwa wajah wanita bukan aurat, boleh baginya membuka wajahnya. Sedangkan Asy-Syaikh Abdul Aziz –Rahimahullah- dan Asy-Syaikh Muhammad bin Utsaimin –Rahimahullah- dan Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim –rahimahullah- berpendapat dengan pendapat yang berbeda. Akan tetapi mereka tidak mencela (Asy-Syaikh Al Albani). Dan para ulama membantah Asy-Syaikh Nashir (Al Albani) tanpa mencelanya dan tidak pula ejekan atau (kata-kata) yang berlebihan.

Begitu pula beliau (Asy-Syaikh Al Albani) memandang haramnya emas yang melingkar dan membawakan dalil bagi pendapatnya. Dan para ulama yang telah aku sebutkan (nama-nama mereka di atas) serta selain mereka tidak mencela beliau. Mereka mengatakan: Asy-Syaikh Nashir Al Albani keliru dalam hal ini dan yang benar adalah ini.

Dan demikianlah barakallahufiikum para ulama saling menghormati satu sama lain. Dan telah aku jelaskan pada kalian ukuran/timbangan (dalam hal ini) yang aku ketahui dari ucapan imam-imam kita dan ulama kita dalam perselisihan dan orang yang menyelisihi. Maka perhatikanlah ini karena perkaranya tidak sama. 


Diterjemahkan oleh Al Ustadz Jafar Salih dari transkrip rekaman tanya-jawab pemuda dari Maroko bersama Asy-Syaikh Ubaid Al Jabiri Hafidzahullah dengan judul Al Haddul-Fashil baina Mu’amalati Ahlissunnah wa Ahlil Bathil.

http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=11955

Jumat, 06 Januari 2012

Jika Anak Tidak Mau Makan, Apa yang Harus Diperbuat..???

          Bismillah walhamdulillah, di sela kesibukan kita beraktifitas, kita masih diberi kesempatan untuk kembali menulis hal-hal yang insya Allah bisa sedikit membantu para orang tua dalam proses mendidik putra-putrinya. pada kesempatan kali ini, kita akan sedikit membahas suatu permasalahan yang terkadang menjadi masalah yang sangat membuat cemas para orang tua yakni kebiasaan anak-anak tidak mau makan pada saat-saat tertentu...

         Kebanyakan anak pada usia tahun pertama, yang mana pada masa ini adalah masa dimana banyak pertentangan dalam masalah makanan antara dirinya dengan kedua orang tuanya. Menolak makanan merupakan problem terbanyak dalam proses perkembangan sikap mereka. Dan dapat dipastikan, sangat sedikit para orang tua yang tidak mendapati masalah tersebut pada anak-anaknya.

          Untuk mengatasi hal yang demikian, maka para orang tua haruslah memastikan terlebih dahulu, apakah ada penyakit pada diri anak akibat kurangnya asupan makanan, atau usaha keras anak untuk mendapatkan orang lain di sela-sela penundaan dan keterlambatannya dalam mendapatkan makanan, atau karena hilangnya kebahagiaan pada dirinya akibat hadirnya saudara baru atau perhatian orang tua yang berlebih pada saudaranya dibanding dirinya atau juga karena sikap keras dan perkataan yang melukainya pada saat ia menolak makan sehingga waktu makan baginya adalah waktu yang memuakkan.

Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dan kita laksanakan terkait masalah ini, diantaranya adalah;

1. Ketahuilah bahwa, teriakan dan perintah kita kepada anak supaya anak taat dan patuh, tidak akan mendatangkan manfaat sama sekali pada kesempatan apa pun.

2. Janganlah kita meminta kepada anak untuk datang secara tiba-tiba untuk makan pada saat ia sedang tenggelam asyik dengan permainannya, akan tetapi informasikan dengan kelembutan kepadanya bahwa waktu makan akan segera tiba.

3. Jangan kita bicarakan masalah kesulitan makan anak kita kepada orang lain pada saat ia sedang bersama kita.

4. Jangan memaksa anak untuk memakan semua makanan yang ada di hadapannya atau memaksanya untuk memakan sesuatu yang tidak disukainya.

5. Berikan tempat bermain dan tamasya di luar rumah yang aman bagi anak, sehingga ia pulang ke rumah dalam keadaan penuh selera untuk menghadapi hidangan makanan.

6. Jangan kita memerintahkan kepada anak untuk terburu-buru ketika sedang makan dan sebaliknya.Jangan pula kita meninggalkan/melalaikan kesempatan untuk menyampaikan sebuah sugesti kepada anak supaya dia tidak menyia-nyiakan makanan.

7. Berikan keluasan kepada anak jika ia ingin makan sendiri, berikut ini, kami sertakan eberapa tips terkait hal ini diantaranya;

a. Jika anak menolak makan, maka sang ibu hendaknya menginformasikan bahwa makanannya akan dingin dan tidak akan terasa lezat lagi.

b. Jangan kita memberikan permen, cokelat, manisan atau minuman bersoda sebagai hidangan makanan.

c. Berikan buah dan kurma atau sepotong roti di meja makan saat ibu telat menyiapkan makanannya supaya anak tidak menderita dengan rasa laparnya.

d. Suguhkan makanan secukupnya untuk menghilangkan kebiasaan menyisakan makannya di atas piring.

e. Jangan membiasakan kebiasaan sogok kepada anak ketika akan makan dengan ungkapan seperti, "makanlah dan minumlah, nanti ibu berikan sepotong coklat."

f. Menyuguhkan makanan dengan berulang-ulang, tidak akan mendatangkan manfaat jika anak tidak menyukai makanan tersebut, sehingga seorang ibu dituntut untuk mencari menu makan kesukaan anak yang sangat mengundang seleranya.

g. Jadikan saat makan sebagai kesempatan bertemu dengan keluarga dan berbincang-bincang, sebuah kesalahan jika kita melarang anak diam saat makan.

h. Suguhkan makanan yang lezat dan enak untuk anak dan berusahalah untuk menyuguhkannya pada moment-moment spesialnya.

i. Jangan mencela anak ketika ia melakukan kesalahan saat makan.

j. Jangan berselisih dengan pasangan kita pada saat makan.

k. Perlihatkan kenikmatan makan di depan anak sehingga hal tersebut akan mendorongnya untuk menyukai makanan yang menyehatkan.

          Demikianlah beberapa tips yang setidaknya bisa dicoba oleh para orang tua dalam menyikapi anak ketika dia susah untuk diajak makan.....Semoga berhasil.....[Akhfiya, Sabtu 07 Januari 2012 11.33, Miftahussalam Banyumas]

 
| PPPI Miftahussalam Banyumas Jalan Raya Kejawar No.72 Banyumas Jawa Tengah - Telp.(0281)796121 / 796004 | Islamic Boarding School, in Banyumas