Abdullah bin Ad Dailamy berkata :
“Sesungguhnya sebab pertama hilangnya agama ini adalah meninggalkan As Sunnah. Agama ini akan hilang sunnah demi sunnah sebagaimana lepasnya tali seutas demi seutas.” (Al Lalikai 1/93 nomor 127, Ad Darimy 1/58 nomor 97, dan Ibnu Wadldlah dalam Al Bida’ 73) .
Dari Abdus Shamad bin Ma’qil ia berkata, saya mendengar Wahb mengatakan :
“Tinggalkanlah percekcokan dan perdebatan dalam urusanmu karena sesungguhnya kamu tidak mungkin melemahkan salah satu dari dua lawanmu yaitu seorang yang lebih alim darimu maka bagaimana mungkin kamu membantah dan mendebat orang yang jelas lebih alim dari kamu? Dan seorang yang kamu lebih alim dari dia maka apakah pantas kamu membantah dan mendebat orang yang lebih bodoh dari kamu? Sedangkan ia tidak akan mentaati kamu, putuslah yang demikian atasmu.” (Asy Syari’ah 64) .
Ibnu Umar berkata :
“Saya tidak mengetahui satu perkara di dalam Islam ini yang menurutku lebih utama daripada selamatnya hatiku dari hawa nafsu yang suka berselisih ini.” (Al Hujjah fi Bayanil Mahajjah 1/304)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing, gigitlah dengan gerahammu dan hati-hatilah kamu terhadap perkara yang baru karena sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad 4/126, At Tirmidzy 2676, Al Hakim 1/96, Al Baghawy 1/205 nomor 102) .
Selasa, 17 Januari 2012
MENYIKAPI KESALAHAN DAN ORANG SALAH (JUGA ADA FIKIHNYA) -perhatikan lagi pendetilannya- (Asy-Syaikh Ubaid Al Jabiri)
Jumat, 06 Januari 2012
Jika Anak Tidak Mau Makan, Apa yang Harus Diperbuat..???
Rabu, 04 Januari 2012
Dengarkan Anak Kita...!!! [ Bag.5 ]
Selasa, 03 Januari 2012
Keluargamu...Lebih Utama....[ Status FB ]
Bersikap Adil kepada Anak [ Bag. 4 ]
Permusuhan di antara Anak [ Bag. 3 ]
Senin, 02 Januari 2012
Apa yang Harus Diperbuat Jika Anak-anak Kita Bertengkar ? [ Bag.2 ]
Apa yang Harus Diperbuat Jika Anak-anak Kita Bertengkar ? [ Bag.1 ]
Minggu, 01 Januari 2012
HADITS-HADITS DHA'IF DAN MAUDHU'
- Hadits itu menyangkut masalah fadha'ilul a'maal (keutamaan-keutamaan amalan)
- Hendaknya berada di bawah pengertian hadits shahih.
- Hadits itu tidak terlalu amat lemah (dha'if).
- Hendaknya tidak mempercayai ketika mengamalkan, bahwa hadits itu berasal dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam .
CONTOH HADITS MAUDHU'
- Hadits maudhu' (palsu):
"Sesungguhnya Allah menggenggam segenggam dari cahaya-Nya, lalu berfirman kepadanya, 'Jadilah Muhammad'." - Hadits maudhu':
"Wahai Jabir, bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabimu." - Hadits tidak ada sumber asalnya:
"Bertawassullah dengan martabat dan kedudukanku." - Hadits maudhu'. Demikian menurut AI-Hafizh Adz-Dzahabi:
"Barangsiapa yang menunaikan haji kemudian tidak berziarah kepadaku, maka dia telah bersikap kasar kepadaku." - Hadits tidak ada sumber asalnya. Demikian menurut Al-Hafizh Al-'lraqi.
"Pembicaraan di masjid memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar." - Hadits maudhu'. Demikian menurut AI-Ashfahani:
"Cinta tanah air adalah sebagian daripada iman." - Hadits maudhu', tidak ada sumber asalnya:
"Berpegang teguhlah kamu dengan agama orang-orang lemah." - Hadits tidak ada sumber asalnya:
"Barangsiapa yang mengetahui dirinya, maka dia telah menge-tahui Tuhannya." - Hadis tidak ada asal sumbernya:
"Aku adalah harta yang tersembunyi." - Hadits maudhu':
"Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata, 'Wahai Tuhan-ku, aku memohon kepadaMu dengan hak Muhammad agar Eng-kau mengampuni padaku." - Hadits maudhu':
"Semua manusia (dalam keadaan) mati kecuali para ulama. Semua ulama binasa kecuali mereka yang mengamalkan (Ilmunya). Semua orang yang mengamalkan ilmunya tenggelam, kecuali me-reka yang ikhlas. Dan orang-orang yang ikhlas itu berada dalam bahaya yang besar." - Hadits maudhu'. Lihat Silsilatul Ahaadits Adh-Dha'iifah, hadits no. 58:
"Para sahabatku laksana bintang-bintang. Siapa pun dari mere-ka yang engkau teladani, niscaya engkau akan mendapat petun-juk." - Hadits batil. Lihat Silsilatul Ahaadits Adh-Dhaiifah, no. 87:
"Jika khatib telah naik mimbar, maka tak ada lagi shalat dan perbincangan." - Hadits batil. Ibnu AI-Jauzi memasukkannya dalam kelompok hadits-hadits maudhu':
"Carilah Ilmu meskipun (sampai) di negeri Cina."
CARA BERZIARAH KUBUR SESUAI TUNTUNAN NABl
- Ketika masuk, sunnah menyampaikan salam kepada mereka yang telah meninggal dunia. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarkan kepada para sahabat agar ketika masuk kuburan membaca,
"Semoga keselamatan dicurahkan atasmu wahai para penghuni kubur, dari orang-orang yang beriman dan orang-orang Islam. Dan kami, jika Allah menghendaki, akan menyusulmu. Aku memohon kepada Allah agar memberikan keselamatan kepada kami dan kamu sekalian (dari siksa)." (HR Muslim)
- Tidak duduk di atas kuburan, serta tidak menginjaknya Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam :
"Janganlah kalian shalat (memohon) kepada kuburan, dan ja-nganlah kalian duduk di atasnya." (HR. Muslim)
- Tidak melakukan thawaf sekeliling kuburan dengan niat untuk ber-taqarrub (ibadah). Karena thawaf hanyalah dilakukan di sekeliling Ka'bah. Allah berfirman,
"Dan hendaklah mereka melakukan tha'waf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah, Ka'bah)." (AI-Hajj: 29)
- Tidak membaca Al-Qur'an di kuburan. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Janganlah menjadikan rumah kalian sebagai kuburan. Sesung-guhnya setan berlari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah." (HR. Muslim)
Hadits di atas mengisyaratkan bahwa kuburan bukanlah tempat membaca Al-Qur'an. Berbeda halnya dengan rumah. Adapun hadits-hadits tentang membaca Al-Qur'an di kuburan adalah tidak shahih.
- Tidak boleh memohon pertolongan dan bantuan kepada mayit, meskipun dia seorang nabi atau wali, sebab itu termasuk syirik besar. Allah berfirman,
"Dan janganlah kamu menyembah apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." (Yunus: l06)
Zhalim dalam ayat di atas berarti musyrik.
- Tidak meletakkan karangan bunga atau menaburkannya di atas kuburan mayit. Karena hal itu menyerupai perbuatan orang-orang Nasrani, serta membuang-buang harta dengan tiada guna. Seandainya saja uang yang dibelanjakan untuk membeli karangan bunga itu disedekahkan kepada orang-orang fakir miskin dengan niat untuk si mayit, niscaya akan bermanfaat untuknya dan untuk orang-orang fakir miskin yang justru sangat membutuhkan uluran bantuan tersebut."
- Dilarang membangun di atas kuburan atau menulis sesuatu dari Al-Qur'an atau syair di atasnya. Sebab hal itu dilarang,
"Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang mengapur kuburan dan membangun di atas-nya."
Cukup meletakkan sebuah batu setinggi satu jengkal, untuk menandai kuburan. Dan itu sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika meletakkan sebuah batu di atas kubur Utsman bin Mazh'un, lantas beliau bersabda,
"Aku memberikan tanda di atas kubur saudaraku." (HR. Abu Daud, dengan sanad hasan).
PERTOLONGAN ALLAH KEPADA UMAT ISLAM
- Apakah mereka mempersiapkan diri dengan iman dan tauhid yang dengan keduanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam memulai dakwahnya di Makkah sebelum beliau melakukan peperangan?
- Apakah mereka melakukan ikhtiar sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam firmanNya,
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi". (Al-Anfaal: 60)
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam menafsirkan ayat di atas dengan (persiapan) melempar. - Apakah mereka berdo'a kepada Allah dan mengesakanNya dalam berdo'a, saat berkecamuk perang. Atau sebaliknya, mereka menyekutukanNya dengan yang lain sehingga meminta pertolongan dari selainNya, yang mereka percayai memiliki kekuasaan. Padahal mereka adalah hamba Allah, yang tidak memiliki manfaat dan mudharat untuk dirinya sendiri.
Lalu, mengapa mereka tidak meneladani Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dalam berdo'a yang hanya ditujukan kepada Allah semata? Bukankah Allah telah berfirman,
"Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya?" (Az-Zumar: 36) - Apakah mereka bersatu, saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain, sehingga semboyan dan syi'ar mereka adalah firman Allah,
"Dan janganlah Kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu." (Al-Anfaal: 46) - Yang terakhir, ketika umat Islam meninggalkan aqidah dan perintah-perintah agama mereka, maka mereka menjadi umat yang terbelakang. Sebaliknya jika mereka kembali lagi kepada agama mereka, niscaya akan kembali pula kemajuan dan kemuliaan mereka, sebab pada hakekatnya Islam mewajibkan umat untuk maju di bidang ilmu dan kebudayaan.
"Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (Ar-Ruum: 47)
SYARAT-SYARAT TURUNNYA PERTOLONGAN
- Periode Tauhid:
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tinggal di Makkah selama tiga belas tahun. Selama itu, beliau menyeru kaumnya untuk bertauhid dan mengesakan Allah dalam beribadah, berdo'a dan mengambil hukum serta menyeru untuk memerangi kemusyrikan. Hal itu terus beliau lakukan selama masa tersebut, sehingga aqidah Islam menjadi kokoh dan teguh dalam jiwa setiap sahabat, dan jadilah mereka orang-orang pemberani yang tidak takut kecuali kepada Allah.
Karena itu, para da'i hendaknya memulai dakwahnya dengan mengajak kepada tauhid dan memperingatkan agar mereka tidak terjerumus dalam perbuatan musyrik. Dengan demikian, ia telah mengikuti teladan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dalam berdakwah.
- Periode Ukhuwah (Persaudaraan):
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berhijrah dari Makkah ke Madinah untuk mem-bangun sebuah masyarakat muslim yang tegak berdasarkan saling cinta dan kasih sayang.
Hal yang pertama beliau lakukan adalah membangun masjid, tempat berkumpul nya umat Islam dalam beribadah kepada Allah. Di dalamnya, mereka berkumpul lima kali sehari, untuk mengatur hidup mereka.
Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam segera mempersaudarakan antara kaum Anshar, penduduk pribumi (Madinah) dengan orang-orang Muhajirin dari Makkah, yang hijrah dengan meninggalkan semua harta benda mereka. Orang-orang Anshar pun lalu menawarkan harta mereka kepada kaum Muhajirin, serta membantu memenuhi apa yang mereka butuhkan.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mengetahui bahwa terjadi saling bermusuhan antara sebagian penduduk Madinah. Yaitu antara suku Aus dan Khazraj. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mendamaikan di antara mereka, menjadikan mereka bersaudara yang satu sama lain saling mencintai dalam ikatan iman dan tauhid. Seperti ditegaskan dalam sabda beliau, "Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya ...".
- Periode Persiapan:
Dalam Al-Qur'an, Allah Ta'ala memerintahkan agar umat Islam bersiap siaga untuk menghadapi musuh-musuh Islam. Allah berfirman,
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka apa saja yang kamu sanggupi." (Al-Anfaal: 60)
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam menafsirkan ayat ini dengan sabdanya,
"Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah (kepandaian) melempar." (HR. Muslim)
Melempar dan mengajarkannya adalah wajib atas setiap muslim, sesuai dengan kemampuannya. Meriam, tank baja, pesawat tempur dan berbagai senjata lainnya, semua membutuhkan latihan dan belajar melempar ketika menggunakannya. Alangkah baiknya jika para siswa di sekolah-sekolah diajari olah raga melempar atau memanah. Lalu digalakkan lomba untuk jenis olah raga tersebut, sehingga anak-anak menjadi siap guna mempertahankan agama dan tempat-tempat suci mereka.
Sayang sekali, anak-anak sekarang lebih suka menghabiskan waktunya dengan bermain bola, dengan penyelenggaraan pertandingan di sana-sini. Mereka membuka paha (aurat) padahal Islam menyuruh kita untuk menutupinya, serta meninggalkan shalat padahal Allah menyuruh kita untuk menjaganya.
- Ketika kita kembali kepada aqidah tauhid,
saling berkasih sayang dalam ikatan persaudaraan Islam, serta telah siap menghadapi musuh dengan berbagai senjata yang dimiliki. Maka insya Allah akan turunlah pertolongan buat kaum muslimin, sebagaimana pertolongan itu telah diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, dan kepada para sahabat sesudah beliau wafat.
Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedu-dukanmu." (Muhammad: 7)
- Urutan periode sebagaimana di atas,
tidak berarti masing-masing periode berdiri sendiri. Dengan kata lain, bahwa periode ukhuwah, tidak disertai oleh periode tauhid, tetapi periode-periode tersebut saling mengisi dan berhubungan erat.
TAWASSUL YANG DILARANG
- Tawassul dengan orang-orang mati, meminta hajat dan memo-hon pertolongan kepada mereka, sebagaimana banyak kita saksikan pada saat ini.
Mereka menamakan perbuatan tersebut sebagai tawassul, padahal sebenarnya tidak demikian. Sebab tawassul adalah memohon kepada Allah dengan perantara yang disyari'atkan. Seperti dengan perantara iman, amal shalih, Asmaa'ul Husnaa dan sebagainya.
Berdo'a dan memohon kepada orang-orang mati adalah berpaling dari Allah. Ia termasuk syirik besar. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim". (Yunus: 106)
Orang-orang zhalim dalam ayat di atas berarti orang-orang musyrik.
- Tawassul dengan kemuliaan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. Seperti ucapan mereka, "Wahai Tuhanku, dengan kemuliaan Muhammad, sembuhkanlah aku." Ini adalah perbuatan bid'ah. Sebab para sahabat tidak melakukan hal tersebut.
Adapun tawassul yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab dengan do'a paman Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, Al-Abbas adalah semasa ia masih hidup. Dan Umar tidak ber-tawassul dengan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam setelah beliau wafat.
Sedangkan hadits,
"Bertawassullah kalian dengan kemuliaanku."
Hadits tersebut sama sekali tidak ada sumber aslinya. Demikian menurut Ibnu Taimiyah.
Tawassul bid'ah ini bisa menyebabkan pada kemusyrikan. Yaitu jika ia mempercayai bahwa Allah membutuhkan perantara. Sebagai-mana seorang pemimpin atau penguasa. Sebab dengan demikian ia menyamakan Tuhan dengan makhlukNya.
Abu Hanifah berkata, "Aku benci memohon kepada Allah, dengan selain Allah." Demikian seperti disebutkan dalam kitab Ad-Durrul Mukhtaar.
- Meminta agar Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mendo'akan dirinya setelah be-liau wafat, seperti ucapan mereka, "Ya Rasulullah do'akanlah aku", ini tidak diperbolehkan. Sebab para sahabat tidak pernah melakukannya. Juga karena Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo'akan kepada (orang tua)-nya." (HR. Muslim)